Skip to main content

Surat kakek untuk nenek...


Suatu sore, kakek terdiam di atas kursi goyangnya, menatapi kursi goyang satu lagi yang tak bertuan dan diam. “Biasanya aku menatap matahari terbenam bersamamu. Namun aku sendiri, hening terasa. Aku tak bisa, aku sungguh tak bisa melihat kursi goyang itu diam. Hanya bayang dirinya yang bisa terlintas dipikiranku..”katanya sendiri dalam hatinya.
Memang, setelah beberapa waktu nenek pergi karna penyakit yang sudah kronis, kakek merasa kesepian. Biasanya ada yang dipeluknya, ada yang menemaninya minum teh, ada yang diajaknya bercanda tawa, ada yang diajaknya untuk mengenang masa-masa dulu. Tapi kini, hanya bunyi kicauan burung yang kembali keperaduan yang terdengar di sela-sela angin sore waktu itu.
Bergegas dia masuk ke kamar, hanya guling dan bantal tersisa disitu. Kesendirian menatap hari tua benar-benar dirasakan kakek ini. Terpajang foto terakhir dirinya dan nenek di atas tempat tidur, tak terasa hal in membuatnya menjadi seorang yang rapuh. Tetesan air mata itu tidak terbendung lagi. Duduk dia di kursi dan menulis sebuah surat....

“Dari diriku yang tak terbiasa sendiri melihat matahari terbenam,
untuk dirimu pemilik nafasku..
Apa kabarmu di sana, sayang?
Apa kamu sudah bertemu Dia di sana? Apa kata-Nya?
Apa benar Dia tega melihat diriku di sini sendirian?

Apa Dia memang benar-benar menginginkan kehadiranmu di sana?

Belahan jiwaku,
Apa kau sudah melihatku tegar?
Apa kau sudah melihatku tak menangis lagi?
Tapi maafkan aku, aku bukanlah pria yang bisa berpura-pura untuk tegar..
Maafkan aku yang menangis karena kepergianmu..
Pedih terasa melihatmu tiada lagi lagi di sini, meski anak-anak berkata kamu selalu berada disekeliling aku. Namun aku tak bisa.

Aku bukan pria sempurna tanpamu. Lumpuh jiwaku tanpamu.
Bisakah kita bertemu sebentar saja? Ini lebih dari rindu yang kurasa.
Terasa matahari pun seperti bulan aku lihat.
Sayang, apakah kau kesepian juga tanpaku di sana? Ku rasa tidak ya..
Dan aku memang tak mengharapkan itu terjadi.
Biarlah aku yang merasa kesepian di sini..
Namun, izinkan aku menyusulmu secepat yang ku harapkan..
Bujuk Dia untuk memanggilku.
Aku hanya ingin bersamamu, sayang.. Permintaanku sederhana bukan?
Ajaklah aku ke tempatmu.
Jangan biarkan aku sendiri melihat mentari terbenam..
Ku tuliskan sekali lagi....
Aku hanya ingin bersamamu, sayang.. Permintaanku sederhana bukan?
Pecinta sejatimu”
*bukan maksud promosi gula, haha!*

Comments

Popular posts from this blog

Anak Gadis Pengen Modis

Kali ini aku mau berbagi tentang salah satu kegiatan perempuan, Dandan ( Make Up ). Begini, setiap anak perempuan akan menemukan titik dimana dia akan harus berubah, entah itu berubah cara berfikir, cara memandang masa depan bahkan cara berpenampilan. Dan aku sedang di masa peralihan itu. Contohnya, aku pernah bercermin dan ngerasa ada yang kurang diwajahnya, i mean "Make apa gitu biar lebih enak dipandang?" apalagi kalo misalnya udah nambah pergaulan atau terlalu banyak kegiatan jadi penampilan mesti lebih diperhatikan. Enggak dipungkiri, objek pertama yang menjadi penilaian orang lain terhadap sosok perempuan adalah wajahnya.  Dan, aku pribadi sering sih bercermin (hahaha..), cuman ya gitu aku termasuk orang yang rada cuek terhadap penampilan. Kemeja/kaos, sepatu kets/sepatu agak ada wedges, jeans , tas selempang dan ikat rambut adalah caraku berpenampilan. Bagiku, lipstick, eyeliner, mascara dan segala alat make up adalah hal yang sanga...

Nyamannya di Rumah Doa Segala Bangsa, Bukit Gibeon Sibisa | #3 Anak Kota Pulang Kampung

[Anak Kota Pulang Kampung] Belakangan ini, Medan lagi dingin banget ya, berasa lagi di daerah Tapanuli Utara. Brrrr... Jadi keinget lagi dengan liburan akhir tahun lalu. Bentar, kayanya sedap nih nyeruput teh manis anget + nyelupin roti Regale.. Rumah Doa Segala Bangsa Bukit Gibeon Sibisa masih terbilang baru, diresmikan tanggal 14 Mei 2016. Akupun mengetahuinya dari beberapa teman yang udah pernah ke sana duluan. Jadi jiwa panjang kaki ku, keluar begitu saja. Rasa penasaran ku juga meningkat pesat. Intinya, ga mau ketinggalan sih, wkwkwk... Iya, aku kemarin ngotot sekali untuk mampir ke Rumah Doa Segala Bangsa Bukit Gibeon Sibisa, padahal dari segi pemetaan, bisa saja aku dan keluarga melewati jalan Tele dari Pulau Samosir untuk menuju Tarutung. Tapi, panjangnya kakiku ga bisa dilawan. Kami pun menurutinya. Hahaha.. Seperti biasa, karena kami sebelumnya nginap di Pulau Samosir, kami pun menyeberangi Danau Toba sekitar 1 jam lebih. Pemandangannya, bolak-bal...

Tutorial Hampir Terlambat Untuk Bersama

Gue dulu agak pesimis dengan kekompakkan kelompok tutorial gue, mereka adalah kelompok B.1 ruang 3.13. Entahlah, gue ngerasa ada aja yang kurang di kelompok ini. Sedikit acuh tak acuh, mungkin. Kalau kelompok ini begini terus, sempat mikir pengen pindah ke kelompok lain (Tapi pasti tak mungkin), apalagi denger-denger dari senior, ketika nyusun skripsi, temen-temen tutorial kalian lah temen skripsi kalian. Emm, bukan merasa sok hebat atau gimana, tapi gue ngerasa Down To Earth aja. Skripsinya susah, mikirin temen satu doping (dosen pembimbing) lagi. Oke mending gue ngerayap didinding. Sebentar, aku perkenalkan satu per satu: Novia Giovani (211 210 002) Fransiska Sinaga (211 210 004) Mona Liany Sinaga (211 210 006) Iwan Petrus Tampubolon (211 210 008) Joab Abigail Sitompul (211 210 010) Meri Bidani Damanik (211 210 012) Gracia Medina Pinem (211 210 014) Ika Agustinawati Siahaan (211 210 016) Inrinogro (211 210 018) Agus Chandra Sembiring(211 210 020) Raskami Pe...