Skip to main content

Posts

Showing posts from April, 2015

Tentang Pilihan

Aku disini bercerita bukan karena bangga dideketin beberapa lelaki. Tapi, tentang memilih pilihan. Sama seperti mau membeli sepatu. Terlalu banyak pilihan yang tersaji di etalase toko sepatu. Di mulai dari pita dibagian ujung sepatu, tinggi hak sepatu, bahan bakunya, warna yang cantik dan apalagi kenyamanan di kaki. Namun, tidak semua bisa kita miliki. Cuman pada akhirnya, kita akan memilih salah satu dari semua pilihan itu, yang menurut penglihatan dan rasa  kepercayaan kita, itulah yang terbaik. Entah nanti akan kotor, sol sepatunya akan lepas atau bahkan bisa-bisa hilang, itu urusan belakangan Tergantung kita yang menjaga dan merawatnya. Dia, yang dulu, pernah bilang, "Kamu kalo lepas dari aku, pasti langsung cepat dapatkan penggantiku..". Sekarang, kami sudah selesai. Episode aku dengan dia, sudah kami lewati. Kini kami berjalan masing-masing dan kurasa kehidupan kami terasa jauh lebih baik, lebih baik untuk sendiri-sendiri. Time will take us to the right moments. Be

Patokan Jadi Dokter

Kemarin, aku bertemu salah seorang ppds forensik, yang notabene juga salah satu senior alamamater kedokteran umum. Singkat cerita, aku ga sengaja bertemu beliau di instalasi forensik di salah satu rumah sakit di Medan. Beliau sedang menjalani PPDS (Program Profesi Dokter Spesialis). Nah, aku ke tempat yang sama karena mau mengambil data untuk sample skripsiku. Oh ya, ku nyatakan semalam adalah what a tiring day lah! Hahaha... Di sela-sela aku ambil data, seniorku tadi tiba-tiba datang menghampiri dan ngomong "Kau kenapa mau ambil kedokteran?" Aku memberhentikan pekerjaanku dan mulai mendengar pertanyaannya. "Pengen aja bang. Pengen mengabdi." "Menjadi dokter itu, harus punya jiwa dokter.." Aku mengangguk, tanda setuju. Beberapa anak koas disitu juga mendadak memperhatikan beliau. "Bapakku dulu cuman tukang ngangkot, mamaku cuman jualan di pasar. Aku dulu coba masuk FK *** (negeri), tapi ga jebol. Di suruh bapakku, aku masuk hukum,

Hampir Mendekati Jawaban

Aku sedang dalam perjalanan menuju satu hal yang bisa jadi tumpuan hidupku dan hidup beberapa orang sakit nantinya. Aku semakin mendekati check-point yaitu Gelar S.Ked. Jawaban yang ku maksud adalah, apa aku benar-benar dipanggil untuk menjadi salah satu perpanjangan Tuhan di dunia ini, untuk menyembuhkan orang sakit? Sampai sekarang, belum terbayangkan samaku aku benar-benar berbicara sama pasienku, mengobati mereka dan mereka menjadi sembuh. Ku tekankan, sama sekali belum terbayangkanku. Entahlah, aku pun tidak mengerti -____-" Salah satu jawaban yang paling menakutkan adalah "Maaf, kamu salah jalan. Panggilanmu tidak disini. Kamu gagal. Ulang lah dari awal." Sekian lama, jatuh bangun, suka duka itu berakhir dengan jawaban sia-sia. Oh Tuhan, janganlah sampai. Selelah-lelahnya aku sekarang, panduanku cuman ini: "Akhirnya, hendaklah kamu kuat di dalam Tuhan, di dalam kekuatan kuasaNya" - Efesus 5:10. Setelah itu, biarlah imanku, mengimaninya. Mengolahnya

No Pain No Gain

Malam ini aku rekomendasi lagu ini sambil baca tulisanku: "Nikita - Tangan Tuhan" Setelah beberapa kali menunda, akhirnya aku S c a l i n g gigi. Tau kan S c a l i n g gigi? Pembersihan gigi dari karang gigi dari sisa-sisa makanan yang mengendap di sela-sela gigi, yang tidak terbuang ketika sikat gigi. Itu lhooo, yang bunyinya ngiiiiikkk...ngiiikkk.. kaya lagi melicinkan ubin. Setiap orang pasti pernah denger deh. Dan jujur saja, aku itu paling ogah untuk mendengar suara itu, ngilu dan takut aja bawannya. Dan kenyataannya, aku hari ini telah menyelesaikan kejadian itu. Aku melewati episode perawatan gigiku yang sudah lama aku tunda-tunda. Hari ini aku ragu mau ke dokter gigi, karena tiba-tiba hujan deras dan masih capek banget tadi pergi ke tempat penelitianku. Datangnya hujan seakan-akan kode dari Tuhan,"sudahlah anakku, besok saja kamu scaling giginya". Hahahahaha... Tapi tidak, kawanku yang punya mobil ngajak aku bareng ke praktek dokter gigi.

Cerita Singkat

"Entah kenapa, kalo ngelihat kau pasti aku bawaannya mau ketawa", tiba-tiba dia muncul dari belakang dengan membawa ukulelenya. "Ya mungkin karena kau lucu lhoo..", aku menjawab. "Lah maksudnya?", dia memberhentikan permainannya. "Ya, kau kan lucu, rame bawaannya. Makanya aku ketawa terus ngelihat kau..", aku memperjelas. Dia mengambil posisi di sampingku dan menegakkan tulang punggungnya, "Kau itu salah dengar. Bukan kau yang ketawa, tapi aku yang ketawa kalo ngelihat kau lhoooo..." "Ha? Iyanya? Salah dengar aku berarti?", aku pura-pura termangu. "Heeeeeehhh...!", dia mengacak-acak rambutku yang sudah salah potong seminggu lalu. "Weeeiii, rambutku susah diatur lhoo.. Jangan diacak-acak. Lihat? Kan susah kn ngaturnya", aku marah, tapi pura-pura, dalam hati gregetan, sambil memperbaiki rambutku. Rambutku ini susah membedakan mana poni, mana rambut yang lebih panjang. Dia tetap selooow melanjutkan pe

Mulai

Apa kita mulai mencintai? Apa kita mulai risau tanpa kabar? Apa kita mulai saling menceritakan nama satu sama lain pada sahabat? Apa kita mulai saling meminta pendapat sahabat kita ", Apa dia serius padaku? Apa kami cocok?" Apa kita mulai memberikan jadwal kita satu sama lain?  Apa kita mulai bercanda,"Iya, aku lagi makan sama pacar. Haha, becanda dink..", kemudian salah satu diantara kita merasa cemburu?  Aku tidak mengingkari, dan bahkan tidak boleh mengingkari bahwa Kamu pintar membuatku aku tertawa. Kamu tiba-tiba datang, dan aku rasa ini tidak kebetulan. Jujur aku tidak pernah mendoakanmu, karena aku pun tidak begitu mengenal kamu.  Kamu siapa? Siapa kali kamu sehingga aku menyebut namamu dalam doaku? Kita pernah berada dalam beberapa tahun dan tempat yang sama. Tapi, ya begitu. Selama itu, aku tidak pernah bertemu kamu. Kalaupun bisa seperti sekarang, itu hanya karena rencanaNya tidak tertebak oleh siapapun. Siapa sangka, kamu hadi

Coba-coba

Untuk mencintai saja kita harus Coba-coba meliriknya. Coba-coba mendekatinya. Coba-coba memperhatikannya. Coba-coba mengutarakannya. Dan bahkan untuk melepaskan kita harus Coba-coba tidak peduli Coba-coba tidak stalking Coba-coba tidak ingin cari tau Coba-coba mengikhlaskan Coba-coba tidak acuh Kalo tidak mencoba, kita ndak tau apa hasilnya. Lalu, kalo udah bisa sekali, bukankah " Ala bisa karena biasa?"

Tjakap-Tjakap Rindu

Perhatikanlah. Yang kau rindu mungkin tak akan kau miliki dan yang tak kau rindu, bisa jadi merindukanmu, tapi dia tidak berucap. Kau rindu padanya Kau rindu padanya Oh cantik, semesta tak memberikan dia padamu Tapi, hati yang sangat cantik telah merindumu Tidakkah kau tahu? Kenapa hatimu menunggu yang tak berangan padamu? Kasihan kamu, kasihan. Terlalu bahagia dia untuk kau rindukan. Ayolah Hati yang cantik itu mulai menampakkan diri di depan matamu. Harus berapa rindu yang dia rasakan, baru kau membuka hatimu untuk siperindumu? Apa nanti, ketika rindunya padamu, Mengendap, Bocor dan habis? Tidak harus seperti itu untuk menyadarkanmu kan? Rindu? Tidak ada tempat untuk membuang rindu. Dan bahkan tempat sampah saja tidak bersedia untuk menampungnya. Tapi, kau bisa menghapusnya. Menghapusnya ke udara. Mudah atau tidak? Bohong kau akan beria-ria ketika menghapusnya. Pastilah satu titik molekul air hujan, bersumber dari air matamu yang jatuh ke tanah. Tenanglah,

Mengeraskan Hati

Ini hampir lima bulan aku tidak bertegur sapa denganmu, seperti layaknya hampir lima bulan yang lalu. Ada yang salah? Tidak, tidak ada yang salah. Kita cuman diajar untuk bangkit dari kepergiaan seseorang, kuat ketika hanya ada pilihan kuat yang disajikan Dia. Ya, aku menangis. Menangisi lamanya dan kisahnya kita, kemudian bertanya "kenapa harus bertemu, toh akhirnya berpisah. Setragis ini?" Hahaha, kalimat naif yang terucap karena sudah lama tidak merasakan "putus". Dulu, kamu yang mengakhiri. Dan selama hampir lima bulan, kamu selalu memulai komunikasi. Kamu tau apa yang ku pikirkan? "apa dia mulai menyesal? Dan kemudian mulai mencari rasa simpatiku lagi?" Haha, aku berspekulasi sendiri dan ujung-ujungnya hatiku yang berharap, lagi. Sedih lhoo begitu, hehehe... Untunglah, akal sehatku masih berfungsi dengan baik dan hatiku masih berada dalam batas normal, tahu mana yang baik dan buruk. Jadi, janganlah sedih ketika aku membalasnya sekedar

Ala Bisa Karena Biasa

Untuk mencintai saja kita harus Coba-coba meliriknya. Coba-coba mendekatinya. Coba-coba memperhatikannya. Coba-coba mengutarakannya. Dan bahkan untuk melepaskan kita harus Coba-coba tidak peduli Coba-coba tidak stalking Coba-coba tidak ingin cari tau Coba-coba mengikhlaskan Coba-coba tidak acuh Kalo tidak mencoba, kita ndak tau apa hasilnya. Lalu, kalo udah bisa sekali, bukankah " Ala bisa karena biasa?"

Kenapa Cowok Menangis?

Untuk beberapa minggu ini aku lebih banyak bergaul dengan cowok, semakin memunculkan naluri kejantananku *lhoo afa-afaan itu?* Iya, aku belakangan ini lebih intern ngobrol sama teman-temanku yang cowok. Dari mulai urusan ban tubless, makan enggak teratur, sampai kenapa pria bisa menangis? Dan aku mendapat beberapa point, kenapa pria menangis. 1. IBU Cowok A: "sekali saja kau menyinggung mamakku, seumur hidupku enggak akan aku tengok kau lagi" Itulah kalimat yang membuat aku hampir kehilangan fungsi pendengaranku ketika orang yang suka bercanda itu, berkata keras seperti itu. Banyak faktor yang buat  seorang cowok begitu jatuh cinta sama mamanya. Dari pinter masak, ngurus keuangan, ngurus rumah. Mungkin dia pribadi menyadari, itu semua tidak mudah. Mamanya pintar memanjakan keluarga. Mamanya lebih mengalah. Mamanya begitu penyayang. "aku saja pernah menangis waktu mamaku sakit. Untuk ukuran cowok, aku termasuk cengeng kalo udah ngomongin tentang mamak. Kalo cari ist