Skip to main content

Good Mindset Create Good Mental | World Mental Health Day




Woaaah! Halaman blog nampaknya hampir tidak berpenghuni. Bisa dilihat dari blog archive yang sepi. Terakhir nge-post sekitar bulan Maret ya. Btw, makasih banget untuk yang nanyain aku kok udah lama enggak nulis. Aku kira selama ini enggak begitu banyak yang nge-notice tulisanku, wkwkwk.. Nulis hanya sekedar nulis tok. Heeem iya, karena kemarin udah sibuk dengan kerjaanku yang mengharuskan aku hidup di tempat yang susah sinyal. Jadi, motivasi untuk nulis juga menurun. Rasanya effortless aja. Kalau mau sekedar nulis, ya cukup di notes gadget aja :”) Cuman enggak tau kangen aja nge-post tulisan lagi.

Kebetulan banget apa yang mau aku share seirama (ciyeee bahasaku!!) dengan yang lagi happening yaitu masalah kesehatan jiwa, apalagi kemarin baru aja diperingati World Mental Health Day tanggal 10 Oktober 2019. Mungkin aku agak telat untuk ikut nimbrung, tapi yaaaa udahlah yaaa…


“Nov, kamu kok bawaannya seneng aja sih?”,
kata beberapa teman lewat social media.

“Bu dokter, pulang kerja pun bawaannya ceria aja..”,
sahut salah satu buruh di lingkungan kerjaku saat aku jalan kaki dari klinik menuju rumah dinas.

Well, aku sendiri juga enggak begitu tau kenapa. Entah dulu mamaku ngidam kumis Charlie Chaplin saat mengandung aku, enggak paham juga. Tapi bisa dipastikan memang dari dulu aku itu suka hal-hal yang lucu kaya Mr.Bean, Warkop DKI, kartun Shincan, dan apapun yang berbau komedi. Selain itu, aku juga mengagumi artis kaya Jim Carey, Robin Wiliams, Eddie Murphy, bahkan sampai Jojon dan Aming. Mungkin secara enggak sadar, aku menyerap karakter mereka. Heemm

Tapi, balik lagi ke dasar. Aku masih manusia yang masih punya emosi yang up and down nya dipengaruhi lingkungan. Aku masih bisa merasa sangat senang saat semua kerjaan beres sesuai dengan rencana dan aku masih bisa merasa sangat sedih saat dibohongi. Manusiawi ya kan? Itulah contoh yang bisa mempengaruhi kesehatan mentalku. Namun, semakin dewasa semakin aku dapat berdamai dengan diriku sendiri. Kebetulan aku juga suka baca buku atau artikel yang berbau self development. Dan dari beberapa sumber yang aku baca, ada hal yang ku adopsi untuk kesehatan mentalku. Mungkin ini bisa jadi masukan untuk kalian. Yuuuu marii..

1. Hal yang bisa Kendalikan dan tidak bisa dikendalikan
Dari filsafat Stoa, Aku coba memahami bahwa aku cuman punya dua tangan, sedangkan mulut manusia di dunia saja ada lebih dari tujuh miliar. Anggaplah yang tahu tentang aku dan ingin menilaiku ada 0,sekian persen dari jumlah seluruh manusia, namun tetap saja aku enggak akan pernah sanggup mengendalikan ucapan mereka. (Kalau bisa pun ku kendalikan, maka hal pertama yang ku perintah adalah hentikan perang dan mulai berbagi.)  Aku enggak bisa membatasi penilaian orang padaku dan terlalu bodoh rasanya kalau aku menutup diri hanya karena tidak mau dinilai orang. Yang aku bisa kendalikan hanya diriku. Well, aku berupaya mengaminkan segala ucapan yang mungkin bisa memperbaiki diriku walau kedengarannya rada pahit. Wkwkwk…

Beberapa tahun belakangan ini aku mendapati ucapan orang “jangan membatasi kinerja Penciptamu”. Aku cukup terkejut. Aku yakin sih, aku punya batas kemampuan, maka Tuhan dan alam akan membentukku jauh lebih baik, walau tanpa ku sadari. Dan ku harap kamu juga begitu  ya :’)

2. Aku enggak bisa bahagiain semua orang
Sederhananya begini sih. Kalau aku mampu berbuat baik dan membahagiakan semua orang, seharusnya aku sudah menjadi malaikat. Tapi sampai tulisan ini ada, nampaknya Tuhan belum memberi mandat itu padaku, kan gitu? Usia kita tidak sepanjang usia nabi-nabi jaman dulu yang sampai ratusan tahun, maka waktu kita terlalu pendek untuk terlalu memikirkan kebahagiaan orang lain saat kita ingin melakukan suatu hal. Rasaku indikator “tidak merugikan orang lain” dan bersikap sebagai manusia yang berakal budi sudah cukup membuat kita berada di posisi aman untuk melangkah, kok. Hehehe..

3. Menangis
Mungkin akan terdengar aneh. Tapi aku punya waktu tertentu untuk menangis. Buatku, menangis adalah salah satu bentuk self reward. Karena kita sadar penuh makin bertambah umur, pergaulan, apalagi tuntutan kerja, ada saja yang buat kesal. Tapi demi profesionalitas, kita menenggang tindakan mereka ke kita. Akhirnya, entah sadar atau tidak, ada yang tertanam di hati. Aku pernah dengar salah satu psikologi bilang kira-kira begini “memang sudah bawaan dari sananya, hal-hal negative yang lebih mudah terpendam di jiwa kita. Makanya betapa perlunya kita merawat jiwa kita”. Di situ aku menyadari ya kalau mau nangis ya nangis aja. Ngapain malu? Ya tapi, nangisnya enggak perlu di-upload di youtube juga. Wkwkwk.. Aku cenderung sok tegar di depan orang, tapi nanti kalau udah di kamar dan mati lampu, aku bisa nangis. Tapi selesai nangis, ya udah selesai. Udah tua, enggak mau lama-lama berdrama.

Selain itu, aku juga mudah menangis terharu terhadap hal-hal positif yang datang. Seberdosa-dosanya aku, sebejat-bejatnya aku jadi manusia, aku masih sering nangis terharu akan kebaikanNya. Aku enggak habis pikir, Dia masih bisa sebaik itu padaku yang sering ngecewain. Heem, intinya, hatiku memang selunak Kerupuk kulit yang tersiram kuah soto.


4. Menulis dimana saja
Hampir di setiap gadget-ku, aku punya notes yang terkunci. Iya, itu salah tempatku berkeluh kesah. Karena kadang ada hal yang enggak terucap atau ada masa enggak ada teman untuk bercerita. Aku ngetik di notes. Beberapa kesan tentang seharian penuh atau pujian terbaik atau segala caraku berkata kasar atau harapan yang tiba-tiba muncul, aku tulis. Kemudian kembali melanjutkan kegiatan seperti biasa.

Aku juga sering nulis sembarang kertas atau sticky notes, lalu aku simpen di satu kotak atau di dalam Alkitabku. Kalau lagi enggak ada kerjaan, aku baca tulisan-tulisan itu. Aku mengkaji hal-hal apa saja yang mempengaruhi perkembangan mentalku. Apa yang membuat aku paling semangat. Apa yang membuat aku paling patah arang. Bahkan kalau lagi rajin, aku membuat mood tracker gitu. Karena pada dasarnya, mengenali siapa diri kita dan apa maunya jiwa kita, itu yang paling utama biar enggak mudah diombang-ambingkan isi dunia.

5. Bercerita pada Tuhan dan Manusia
Kepercayaan adalah caraku untuk punya arah dalam hidup ini. Kepercayaan yang mampu membuatku bersyukur. Kepercayaanku membawaku bahwa Tuhan itu memang teman terbaik yang pernah ada. Tuhan mampu berbicara kapanpun, bahkan saat kamu enggak ngomong ke Dia. Dia sangat tahu, apa yang akan terjadi padamu kalau kau melangkah. Dia sangat tahu, kalau kamu kesepian. Dia sangat tahu, kalau kamu sangat takut pada setiap rencana yang hampir tidak terealisasi. Karena rasaku sangat banyak orang yang bertemu pada TuhanNya saat mereka di titik terbawah. Hingga kini, pertemuan denganNya yang paling ideal bukan karena paksaan orang lain, tuntutan duniawi atau bahkan kematian, namun pada saat kita tau dan mau mendengar suaraNya Dan aku pernah merasakan itu. Aku jatuh, tapi tidak sampai tergeletak. Hanya lecet-lecet sedikit saja.
Semakin kita tua, Inner circle kita semakin kecil. Buat kamu yang tulus, alam pun akan menyeleksi manusia-manusia yang mampu menjadi saudara terbaik walau enggak sedarah.


6. Berdamai
Aku enggak bisa meminta damai pada pada makhluk-makhluk lain di muka bumi ini, yang punya sifat dan tingkah berbeda dengan karakterku. Aku berusaha tidak menggubris mereka. Aku berdamai bahwa mereka juga bisa menjadi pemicuku untuk berubah lebih baik sebagai manusia. Mereka yang menilaiku berarti mereka punya cukup banyak waktu untuk menasehatiku. Tapi, tidak semua nasehat diserap mentah-mentah. Menerima masukan berarti mengasah kebijakkan.
Aku berhenti terlalu menuntut pada harapan-harapanku yang mungkin belum atau bahkan tak akan pernah terjadi. Karena pada dasarnya Tuhan punya caraNya sendiri untuk membentuk jiwaku. Tuhan punya kendali. Hingga pada akhirnya aku mulai tidak terlalu berekspektasi tinggi. Aku mulai berdamai bahwa aku punya batas kemampuan. Aku usahakan terbaik, sisanya tugas Tuhan. Segala tindak tanduk yang aku rasa baik, aku kerjakan. Mata manusia bukan mata Tuhan. Bukan mulut manusia yang meng-acc aku masuk ke kehidupan kekal atau sebaliknya. Mutlak itu hak prerogative Tuhan.

Mungkin tulisanku ini agak terlihat omong kosong. Dan ku rasa sudah terlalu banyak quotes tentang self healing, self-love self-development yang bisa menjaga jiwa kita. Tapi aku harap kita tidak hanya mampu memperingati World Health Day, tapi benar-benar ngejaga jiwa kita. Dibanding mengobati kesehatan mental, aku jauh lebih memilih mengobati kesehatan badan. Karena mengobati kesehatan mental lebih rumit.




Comments

Popular posts from this blog

Tutorial Hampir Terlambat Untuk Bersama

Gue dulu agak pesimis dengan kekompakkan kelompok tutorial gue, mereka adalah kelompok B.1 ruang 3.13. Entahlah, gue ngerasa ada aja yang kurang di kelompok ini. Sedikit acuh tak acuh, mungkin. Kalau kelompok ini begini terus, sempat mikir pengen pindah ke kelompok lain (Tapi pasti tak mungkin), apalagi denger-denger dari senior, ketika nyusun skripsi, temen-temen tutorial kalian lah temen skripsi kalian. Emm, bukan merasa sok hebat atau gimana, tapi gue ngerasa Down To Earth aja. Skripsinya susah, mikirin temen satu doping (dosen pembimbing) lagi. Oke mending gue ngerayap didinding. Sebentar, aku perkenalkan satu per satu: Novia Giovani (211 210 002) Fransiska Sinaga (211 210 004) Mona Liany Sinaga (211 210 006) Iwan Petrus Tampubolon (211 210 008) Joab Abigail Sitompul (211 210 010) Meri Bidani Damanik (211 210 012) Gracia Medina Pinem (211 210 014) Ika Agustinawati Siahaan (211 210 016) Inrinogro (211 210 018) Agus Chandra Sembiring(211 210 020) Raskami Pe

Nyamannya di Rumah Doa Segala Bangsa, Bukit Gibeon Sibisa | #3 Anak Kota Pulang Kampung

[Anak Kota Pulang Kampung] Belakangan ini, Medan lagi dingin banget ya, berasa lagi di daerah Tapanuli Utara. Brrrr... Jadi keinget lagi dengan liburan akhir tahun lalu. Bentar, kayanya sedap nih nyeruput teh manis anget + nyelupin roti Regale.. Rumah Doa Segala Bangsa Bukit Gibeon Sibisa masih terbilang baru, diresmikan tanggal 14 Mei 2016. Akupun mengetahuinya dari beberapa teman yang udah pernah ke sana duluan. Jadi jiwa panjang kaki ku, keluar begitu saja. Rasa penasaran ku juga meningkat pesat. Intinya, ga mau ketinggalan sih, wkwkwk... Iya, aku kemarin ngotot sekali untuk mampir ke Rumah Doa Segala Bangsa Bukit Gibeon Sibisa, padahal dari segi pemetaan, bisa saja aku dan keluarga melewati jalan Tele dari Pulau Samosir untuk menuju Tarutung. Tapi, panjangnya kakiku ga bisa dilawan. Kami pun menurutinya. Hahaha.. Seperti biasa, karena kami sebelumnya nginap di Pulau Samosir, kami pun menyeberangi Danau Toba sekitar 1 jam lebih. Pemandangannya, bolak-balik b

Sensasi Unik Menginap Borough Capsule Hostel, Bali

Hari pertama begitu menginjakkan kaki di Bali, aku ga kemana-mana. Hanya sekedar singgah ke Pusat Oleh-oleh Krisna dan mencari makan malam. Aku lebih memilih ngadem di kamar hotelku. Seperti di posting -an  sebelumnya, aku menginap di Borough Capsule Hostel , Bali. Aku punya prinsip bahwa penginapan hanyalah tempat singgah, mandi dan tidur. Kecuali untuk momen spesial seperti bulan madu, penginapan menjadi hal krusial yang perlu dipilih-pilih. Maka, karena memang aku ingin punya suasana liburan yang baru, aku memilih  Borough Capsule Hostel .  Aku booking  lewat aplikasi  Traveloka . Awalnya cuman 2 malam. Kemudian setelah dipikir-pikir, aku memperpanjangnya sampai aku kembali dari Bali. Memang sih ada perubahan harga setiap harinya, tapi itu ga membuatmu lebih rugi dibandingkan dengan harga ketika booking langsung. Karena kalau booking langsung, biasanya lebih mahal. Ada beberapa jenis kamar, seperti mixed, only female, dan  variant  lainnya .  Untuk 4 malam, aku nge