Skip to main content

Pesona Si Kecil Gili Bedil, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat


Buatku, rasanya sia-sia kalau memilih Nusa Tenggara Barat hanya untuk internsip saja. Pulau dan pantai yang sudah capek-capek diciptakan Sang Semesta, lantas tidak dinikmati? Kamu sehat? Wkwkwk... Sesemangat mungkin kerja dan kewajiban kita yang hakiki menyenangkan jiwa. Dan Tuhan memang menciptakan dunia sangat lengkap, tinggal kita menyeimbangkannya. Cocok?



Memang niatku "Semoga daerah yang ku datangi, senang dengan kedatanganku. Serta internshipku itu, cerah, berkah dan melimpah". Cerah = liburan. Berkah = bisa melayani dengan baik. Melimpah =  pendapatan lumayan dan banyak kesempatan untuk praktek. Nampaknya Sang Gusti mewujudkannya.  Hazek!!


Sesuai saran salah satu rekan kerja, awalnya kepengen ke Pulau Bungin, katanya itu pulau terpadat di dunia dan ada tempat makan seafood di sana. Cuman, karena kami juga belum genap sebulan di Pulau Sumbawa, jadi kami pindah haluan. Tuhan mengizinkan kami pergi ke Pantai Labu Pade dan bahkan di beri bonus ke Gili Bedil. Oh ya, FYI nih, Gili itu artinya Pulau. Jadi jangan heran, disini banyak tempat diawali kata Gili. Banyak Pulaaaaaaau cantik di sini!

Kami sebenarnya start dari kawasan kecamatan Buer karena salah satu rekan kerja mengadakan hajatan nikah. Cuman, kalo menggunakan Google Maps ditarik dari kostan di Sumbawa Besar (daerah Brang Biji) ke Labuhan Pade, kira-kira 1 jam 21 menit dengan menggunakan mobil



Perjalanan menuju Labuhan Pade tidak begitu ramai. Kita enggak akan pernah bosan untuk melihat pemandangan kanan kiri. Kadang ada laut, kadang ada pantai, kadang ada perbukitan, kadang ada sawah dan pemukiman warga. Jalannya sedikit berliku, jadi kalau ada yang punya riwayat suka mabuk jalan, boleh saja makan obat anti mabuk.


Sesaimpainya di sana, kami membayar biaya masuk Rp 7.000/orang dan parkir mobil Rp 2.000/mobil. Suasana Pantai Labuhan Pade pagi mengarah ke siang, kira-kira jam 11 lewat, terlihat tidak begitu banyak yang mampir. Paling hanya beberapa keluarga yang sedang berenang di pantai. Terdapat banyak pondok untuk bersantai dengan pohon-pohon rindang. Kalau kita mengarah ke pantai pun, ada beberapa pondok di sekitar bibir pantainya. Pas lah untuk ngumpul bareng keluarga. Cuamik!



Mengarah ke pantainya, pasirnya lumayan bersih dan berwarna abu-abu. Suasananya seperti pantai biasanya, panas dan lengket. Kami awalnya tidak tau kalau sebenarnya dari sinilah bisa berangkat menuju Gili Bedil. Cuman, aku sempat nguping pembicaraan orang lain, hahaha, kita bisa nyebrang ke Gili Bedil. Iya, dari pantainya saja kita bisa lihat 3 Gili, dan pasti tidak jauh.

Benar! Salah satu teman dikabari bisa nyebrang ke Gili Bedil dengan menggunakan kapal boat yang kapasitasnya kira-kira 10-15 orang, dengan biaya Rp 25.000/orang. Tanpa mikir panjang, kami mengiyakan dengan sedikit drama tawar menawar biaya. Wkwkwk..




Kami memakan waktu 10-15 menit untuk sampai Gili Bedil. Pemandangan ombak berbuih putih dan air lautnya yang makin ke tengah, makin biru, membuat aku rasanya ingin turun walau tidak pandai berenang. Aku bilang terpesona? Bisa jadi. Apalagi, di kapalnya terdapat lubang yang dilapisi kaca, sehingga kita bisa melihat ikan dan terumbu karang bawah laut tanpa perlu menyelam. Kadang-kadang ada segerombolan ikan yang melompat-lompat ditengah laut. Ternyata seru melihat alam selincah itu. Tanpa sampah, tanpa limbah, ikan-ikan pun bebas berpetualang. Apalagi kita?

Sampai di sana, kami disambut dengan sosok pulau yang mungkin belum begitu tersentuh oleh pemerintah, cuman warga sekitar yang ngeh dengan keberadaan Gili Bedil. Yang ada di sana cuman pohon-pohon kelapa, pondok dan beberapa ayunan. Kami diwajibkan untuk membayar Rp 5.000/orang untuk biaya perawatan. Bagiku, itu tidak mahal, yang penting pulau ini tetap indah sebagaimana mestinya.





Airnya yang sangat jernih bak air mineral, membuat aku heran layaknya orang kampung. Memang sih, ini bukan kali pertama aku melihat air laut sejernih ini, tapi aku tetap terkagum. Dengan pasirnya yang putih bersih, mengisyaratkan kalau pulau ini memang tidak berpenghuni, kalaupun ada orang, sepertinya tidak tinggal di sini. Karena luasnya juga terlalu lebar, masih termasuk pulau kecil. Pulaunya cuman ditumbuh pohon-pohon kelapa dan beberapa pondok juga dibangun untuk berteduh, maklum memang kondisinya terik sekali dan panasnya mampu mengubah warna kulit.



Di sekitaran Gili Bedil tidak banyak kapal yang bersandar. Paling cuman satu atau dua saja. Nantinya, kapal yang membawa kita ke Gili Bedil, kapal itu juga yang membawa kita balik ke Pantai Labuhan Pade





Pulau Bedil juga merupakan tempat untuk pemutihan karang. Selama kalian berjalan di bibir pantai, pasti nemuin beberapa terumbu karang yang putih bersih. Ga tau sih boleh dibawa pulang atau ga. Tapi menurutku, lebih baik jangan diambil, biarkan apa yang seharusnya dimiliki semesta, tetap menjadi semesta. Setidaknya, memandangnya saja kita sudah bahagia, tapi jangan kemaruk (rakus.red) untuk dibawa pulang.






Gili Bedil rasaku memang masih tidak begitu tersentuh. Kalau pun ada yang berkunjung ke sini, cuman sebentar saja. Di Gili Bedil tidak ada penginapan, jadi tidak bisa bermalam. Jumlah sampah pun tidak begitu banyak, dan seharusnya tidak ada sih menurutku. Hemm... Kita sudah dimanjakan dengan pesonanya. Tugas kita, cuman menjaga. Dengan tidak membuang sampah sembarangan, misalnya. Kalau pun ada sampah, sebaiknya dibawa pulang dan dibuang ke tempat sampah ya.



Sesungguhnya, Gili Bedil cucok meong (pas banget) untuk jadikan tempat refreshing. Ga rame, ga begitu kotor dan udaranya masih bersih. Ya kalau someday punya duit yang cukup, aku pengen juga beli pulau ini. Karena kalau cuman beli villa sudah terlalu biasa, ga beitu worth it Gimana, ada yang mau join denganku? Wkwkwk..

Tips and trick:
1. Nah, karena belum pernah ke sini, jadi ga punya ekspektasi terlalu tinggi dan ga bawa baju ganti. Sebaiknya, kalau ke pantai, buat jaga-jaga, bawa saja baju ganti. Paling ga, kalau pantainya bagus, kita bisa main-main air. Ga kaya aku, menyesal ga bawa baju ganti. Hahaha...
2. Di Gili Bedil ga ada tempat makan. Jadi, sebaiknya sebelum ke sini, sudah makan terlebih dahulu. Atau kalau ga, bawa bekal aja. Tapi inget ya, jangan buang sampah sembarangan.


Comments

  1. Wah boleh deh aku join beli pulau juga wkwkwk.. cantiik pemandangannya.. mata rasanya betah banget liat air jernih dan pasir putihnya

    ReplyDelete
  2. Wah hayuks mba, karena sangkin jatuh cintanya sama alam Indonesia nih ;)

    ReplyDelete
  3. tiket murah dan pemandangan yang waw.. surga dehh yaa..

    ReplyDelete
  4. iya mba, surga bangett.. yuk mari ke sini mbaa :D

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Anak Gadis Pengen Modis

Kali ini aku mau berbagi tentang salah satu kegiatan perempuan, Dandan ( Make Up ). Begini, setiap anak perempuan akan menemukan titik dimana dia akan harus berubah, entah itu berubah cara berfikir, cara memandang masa depan bahkan cara berpenampilan. Dan aku sedang di masa peralihan itu. Contohnya, aku pernah bercermin dan ngerasa ada yang kurang diwajahnya, i mean "Make apa gitu biar lebih enak dipandang?" apalagi kalo misalnya udah nambah pergaulan atau terlalu banyak kegiatan jadi penampilan mesti lebih diperhatikan. Enggak dipungkiri, objek pertama yang menjadi penilaian orang lain terhadap sosok perempuan adalah wajahnya.  Dan, aku pribadi sering sih bercermin (hahaha..), cuman ya gitu aku termasuk orang yang rada cuek terhadap penampilan. Kemeja/kaos, sepatu kets/sepatu agak ada wedges, jeans , tas selempang dan ikat rambut adalah caraku berpenampilan. Bagiku, lipstick, eyeliner, mascara dan segala alat make up adalah hal yang sanga...

Nyamannya di Rumah Doa Segala Bangsa, Bukit Gibeon Sibisa | #3 Anak Kota Pulang Kampung

[Anak Kota Pulang Kampung] Belakangan ini, Medan lagi dingin banget ya, berasa lagi di daerah Tapanuli Utara. Brrrr... Jadi keinget lagi dengan liburan akhir tahun lalu. Bentar, kayanya sedap nih nyeruput teh manis anget + nyelupin roti Regale.. Rumah Doa Segala Bangsa Bukit Gibeon Sibisa masih terbilang baru, diresmikan tanggal 14 Mei 2016. Akupun mengetahuinya dari beberapa teman yang udah pernah ke sana duluan. Jadi jiwa panjang kaki ku, keluar begitu saja. Rasa penasaran ku juga meningkat pesat. Intinya, ga mau ketinggalan sih, wkwkwk... Iya, aku kemarin ngotot sekali untuk mampir ke Rumah Doa Segala Bangsa Bukit Gibeon Sibisa, padahal dari segi pemetaan, bisa saja aku dan keluarga melewati jalan Tele dari Pulau Samosir untuk menuju Tarutung. Tapi, panjangnya kakiku ga bisa dilawan. Kami pun menurutinya. Hahaha.. Seperti biasa, karena kami sebelumnya nginap di Pulau Samosir, kami pun menyeberangi Danau Toba sekitar 1 jam lebih. Pemandangannya, bolak-bal...

Tutorial Hampir Terlambat Untuk Bersama

Gue dulu agak pesimis dengan kekompakkan kelompok tutorial gue, mereka adalah kelompok B.1 ruang 3.13. Entahlah, gue ngerasa ada aja yang kurang di kelompok ini. Sedikit acuh tak acuh, mungkin. Kalau kelompok ini begini terus, sempat mikir pengen pindah ke kelompok lain (Tapi pasti tak mungkin), apalagi denger-denger dari senior, ketika nyusun skripsi, temen-temen tutorial kalian lah temen skripsi kalian. Emm, bukan merasa sok hebat atau gimana, tapi gue ngerasa Down To Earth aja. Skripsinya susah, mikirin temen satu doping (dosen pembimbing) lagi. Oke mending gue ngerayap didinding. Sebentar, aku perkenalkan satu per satu: Novia Giovani (211 210 002) Fransiska Sinaga (211 210 004) Mona Liany Sinaga (211 210 006) Iwan Petrus Tampubolon (211 210 008) Joab Abigail Sitompul (211 210 010) Meri Bidani Damanik (211 210 012) Gracia Medina Pinem (211 210 014) Ika Agustinawati Siahaan (211 210 016) Inrinogro (211 210 018) Agus Chandra Sembiring(211 210 020) Raskami Pe...