![]() |
Pemandangan Rura Silindung dari Salib Kasih, Tarutung. |
Kemarin, aku sempat
koas (magangnya dokter muda) di kampung orang. Entah kenapa, seketika itu juga,
aku teringat pertanyaan-pertanyaan yang lumrah dipertanyakan ketika sesama suku
Batak saling bertemu. "Kamu orang Batak? Boru apa? Hutabarat darimana? Ga
pernah ke kampung asalmu?"
Aku, bingung. Setiap aku menjawab kampung asalku,
mereka tertawa dan memandangku aneh. Tapi jaman udah canggih, aku search. Hahaha, internet lebih tau
darimana asalku. Seharusnya aku menjawab, "Aku berasal Tarutung, Tapanuli
Utara, Sumatra Utara". Wajar mereka sedikit mengernyitkan dahi, ternyata
jawabanku salah.
![]() |
Pohon-pohon yang usianya lebih senior dariku. |
Lalu, pertanyaan itu melahirkan kangen. Kangen pada
tempat yang sebelumnya tak pernah benar-benar ku pijak. Aku cuman tau namanya,
jalurnya ke sana pun, samar-samar buatku. Sedih? Iya. Tapi yang lebih sedihnya,
aku kangen pada hal yang tidak pernah ku lihat sebelumnya.
Seiring memang takdir rejekiku untuk ambil cuti
koas, aku memutuskan untuk pergi ke kampung asal bersama keluarga. Bak gayung
bersambut, mereka sekata denganku. Kangen itu, mulai terlihat indah.
Semangat itu, menggebu-gebu. Sebentar lagi, kampungku akan ada di depan mata!
Kami tidak langsung ke sana. Kami memilih jalur
darat untuk mencapai daratan yang katanya sejuk, indah dan banyak cerita itu.
Ah penasaranku semakin memuncak. Seindah apa sih?
Sepanjang perjalanan, kami sempat berhenti dan
menginap di beberapa destinasi kebanggaan orang Batak seperti Parapat, Pulau
Samosir, Balige, Siborong-borong, dan beberapa tempat lainnya. Aku yang
biasanya tertidur ketika dalam perjalanan, kini lebih memilih untuk tetap tidak terpejam, tak ingin mengabaikan pemandangan yang tak pernah ku lihat di
perantauan. Mataku benar-benar dimanjakan. Paru-paruku seperti di ruang
kebebasan menghirup oksigen murni. Dan hingga sampailah kami di daratan yang
penuh pesona itu. Dingin dan lapar adalah hal pertama yang menyusup otakku. hahaha...
![]() |
Pemandangan terbitnya matahari di Tarutung, sehari sebelum tahun baru 2017. Cantik kali bah! |
Tarutung. Itu dia kampung asalku, asal margaku. Di
salah satu kecamatannya, Sipoholon, di situlah cikal bakal munculnya marga
Hutabarat. Sebelumnya orangtuaku jarang ke sini, jadi mereka tidak begitu tahu
dengan kota ini.
Kotanya tidaklah luas, tapi terlihat padat. Tarutung
dibelah oleh sungai Aek Sigeaon. Malam-malam ada banyak lampu yang menerangi.
Banyak juga tempat makan di sekitarnya, banyak cerita terbentuk di sana.
Disetiap perbatasannya, dipeluk bukit-bukit, setiap
tapak kakiku diikuti penambahan tabungan kangen pada kota ini. Duh, Tarutung
ini kecil-kecil menggemaskan, pikirku. Cocok untuk dikangenin.
Aku tidak bisa mengelakkan penilaian tentang bagian
bumi yang memang menyajikan pemandangan indah itu. Suasananya yang sejuk
bener-bener minta dirindukan. Setiap seruput hangatnya bandrek, ingin dikenang.
Setiap kupasan Kacang Sihobuknya mengundang kata. Ada saja yang ingin
diceritakan, tanpa mengenal gemercik kedinginan.
![]() |
Salib Kasih, Taruntung, Tapanuli Utara, Sumatra Utara |
Ah, rinduku terobati. Panorama yang tak ku sangka
itu, masih terbayang ketika aku pulang ke perantauan.
“Ada ya pemandangan
seperti itu di Indonesia, kampungku pula? Kenapa aku ga dari dulu kepikiran ke
sana? Emmm, tapi belum telat kok ya?", itu yang spontan terdengar dari
hati.
Tentang segala
cerita, kesan, dan suasana Tarutung akan menjadi salah satu point yang ku
kangenin dalam hidup. Merindukan Tarutung adalah kewajiban yang ada tanpa aku
sadari. Tarutung, tempat penaruh peluh yang teduh tanpa keluh yang mesti ku
basuh
Channel NewAsia dan PicMix lagi ngadain kompetisi menulis nih dengan tajuk #LagiKangen Story. ceritain tentang apa saja yang kamu kangenin dan submit di:
http://www.channelnewsasia.com/news/specialreports/cnabringsyouhome
Bagi cerita yang terpilih akan dijadikan film oleh Channel NewAsia. Wohoooo, keren banget ga sih? #LagiKangen #CNABringsYouHome #CNAxPicMix

😯
ReplyDeleteWopp serius bgt emotnya dwim?
ReplyDelete