Jadi waktu itu, kira-kira sore menjelang malam, aku melihat seorang anak kecil masih menenteng makanan kecil jualannya. entah masih bagus atau sudah expired makanan itu. Yah, apapun itu akan dijualnya, kecuali harga diri. Salutnya aku, dia tidak meminta-minta seperti kawannya yang lain.Mungkin dia membawa makanan itu hanya untuk menampakan kalau dia berusaha, ya berusaha.
Dari jauh aku melihat berbagai lambaian tangan didapatnya. Mungkin mereka merasa tak yakin dengan makanan yang dijualnya. Ya sudahlah, sumber rezekinya bukan dari mereka saja.
Entahlah, entah akunya yang lembek kali, atau gimana yaa.. Terharu saja melihat kaki-kaki kecil itu melangkah ditengah jalan. Udah macam apa itu paru-paru dia? Ku harap dia tidak memperparah dirinya dengan merokok, seperti teman-temannya yang lain. Dimana ayah ibunya? Dimana keluarganya? Adakah yang masih merasa kehilangan dirinya?
Pengen membantu, tapi ya aku anak kost juga. Bukan maksud egois, keuangan pun sedang meradang, hehe.. Kali ini aku ga bisa berbuat apa-apa untuk menambuah pundi-pundinya. Semoga dia masih bertahan sampai sekarang.
Ya, kata syukur itu patut dideretkan di berbagai kondisi kehidupanku. Setidaknya, aku masih bisa makan, masih bisa mengecap bangku kuliah, masih bisa lebih banyak menghirup udara bersih dibandingin dia. Jadi malu sendiri dengan diri ini, kebanyakan ngeluhnya. Dia mengajarkan aku, untuk berani untuk gagal, berani untuk menantang kehidupan sepahit apapun, untuk berterima kasih untuk recehan dan untuk menikmati hal-hal sesederhana apapun itu. Dia beberapa kali lipat lebih tegar dan mandiri buat kehidupannya daripada aku.
Aku ada disini dengan belajar kehidupan. Melihat sekitar sebagai cerminan. Dan mengingat mereka, sepasang orang tua super hebat, yang mesti dibanggakan, harus! Hal paling indah itu adalah, menciptakan senyuman mereka dengan alasannya aku
Comments
Post a Comment