
Sesudah itu, dia menyeruput teh yang dibuat wanita tua yang duduk di kursi goyang, di sebelah meja teh itu. Sambil melihat senja sore, dia bilang, "Terima kasih udah membuatkanku teh untuk kesekian kalinya. Aku tahu, kadang teh buatanmu itu terasa kurang manis, manis dan terlalu manis.
Kurang manis ketika keuangan kita sedang jauh dari harapan, maafkan aku. Atau ketika perasaanmu sedang jengkel terhadap sikapku yang tidak cocok dihadapanmu. Terlalu manis ketika kamu sedang bahagia sampai-sampai untuk menakar gula pun kamu lupa. Aku tidak mempermasalahkan itu, mungkin jika besok teh ini kamu campur garam pun, aku pasti meminumnya. Aku tahu, kamu membuatnya dengan hati, bukan dengan berapa sendok gula atau garam di dalamnya. Aku dan teh, tidak sama. Teh bisa terlalu atau kurang, aku tetap mencintaimu, apapun itu rasa teh yang kamu buat."
Wanita tua yang tengah menyulam itu tersenyum dan sesekali menaikan kacamatanya. Suasana sejenak hening, lalu wanita tua itu memecahkan suasana,"Aku tak perlu tahu, secinta apa kamu padaku. Tapi aku perlu bersyukur, kamu pria yang bersedia ada di sampingku sekarang, sampai di kursi goyang ini".
Dia kembali menatap wanita tua itu dengan senyum,"Terima kasih, untuk waktumu untukku. Aku mencintaimu"
Wanita tua itu berdiri dan perlahan berjalan menuju dia dan mengalungkan sulaman syal yang baru selesai dibuatnya,"Asal itu kamu, itu sudah cukup, cukup membahagiakanku..."
Comments
Post a Comment