Skip to main content

Menanti Matahari Terbenam di Pantai Tanjung Menangis, Sumbawa Besar, Nusa Tenggara Barat

Menuju Senja, tapi bukan milik Payung Teduh.

Setelah memingitkan diri sejak sampai Sumbawa Besar, akhirnya aku dan teman menekatkan diri meng-explore pulau Sumbawa. Hemm, sebenarnya sih, karena ga punya motor, makanya susah mau kemana-mana. Hahaha.. Cuman, karena teman seperjuangan insip aku, Uttari namanya orang Bali tapi besar di Lombok, dia berbaik hati meminjamkan motornya pada kami. Matur tampiasih, Utari (terimakasih dalam bahasa Lombok.red).

Oke, kali ini kami mengepakkan sayap menuju Pantai Tanjung Menangis, Sumbawa Besar. Percaya atau tidak, kami cuman modal nekat dan Google Maps. Kami sama sekali tidak pernah kesana. Di Google Maps, jarak dari kostan (Brang Biji), menuju Pantai Tanjung Menangis sekitar 12 KM dan ditempuh dalam waktu 14 menit. Niatnya memang pergi sore hari, selain menghindari panas, kami juga ingin melihat sunset versi Sumbawa.


Entah siput mana yang ku curi rumahnya. Maaf.

Kami mulai jalan sekitar pukul 16.40 WITA. Dan aku rasa itu adalah waktu yang tepat. Durasi kurang lebih 20-25 menit tidak akan membuat kalian jenuh. Percayalah, selama perjalanan kalian ga akan bosan, malah dibuat kesemsem dengan hamparan rumput hijau, pohon-pohon ramping cukup tinggi dipinggir jalan, banyaknya ladang jagung akan menemani perjalanan kalian dan juga hewan ternak yang bergerombol.

Doksip Jaman Now!

Jalan menuju ke Tanjung Menangis bisa diacungi jempol, karena untuk standar jalan yang tidak terlalu ramai, jalan ini sudah bagus dan beraspal, ya walau kadang masih ada beberapa titik yang berlubang. Dan ada yang masih kurang, seperti rambu-rambu dan lampu-lampu jalan masih sangat kurang dan hampir tidak ada. Jadi harus super hati-hati kalau pulang malam.

Kami tetap berpatokan dengan Google Maps. Kadang-kadang sinyal hilang, membuat kami deg-deg-ser juga. Hingga, menurut Google Maps, kami harusnya belok ke kiri, cuman rasanya ga mungkin karena jalannya sangat jelek, masih tanah dan kanan kirinya masih banyak ladang jagung. Gimana cara lewatnya? Akhirnya kami terus saja sampai jalan aspal habis, dan kami berpikir kami tersesat.

Sebelum senja.
Tuhan baik genks! Ternyata di belakang kami ada beberapa muda-mudi yang punya tujuan sama dengan kami, Pantai Tanjung Menangis. Mereka bilang, kalau mau ke Pantai Tanjung Menangis memang harus belok kiri. Kami tak langsung percaya. Kami coba search di Google Maps, ya memang harus belok kiri. Lagipula, hamparan laut lepas memang sudah nampak jelas. Oke kami pun mengikuti mereka.

Memang mungkin, kalo mau mendapatkan sesuatu itu mesti usaha lebih ya.. Jalan menuju Pantai Tanjung Menangis tidak sepenuhnya bagus. Setelah dari jalan aspal itu, kami mengikuti jalan setapak yang kanan kirinya ditumbuhi ladang jagung dan yang rasaku paling seram adalah, jalannya masih tanah, agak licin dan beberapa (agak banyak) titik masih ada batu dan karang-karang putih. Jadi temanku yang bawa motor dan aku jalan kaki. Begitu juga orang yang lain. Walah, nyesal aku pake sepatu ke sana.

Jalannya belum terlalu baik. Dan sebaiknya ada kamu. Hehehe...
Karena medannya agak berat (ga berat-berat kali kok) dan agak turunan, kami meninggalkan motor di daerah perbukitannya. Memang tidak ada yang menjaga, tapi sulit juga jika mau dibawa ke dekat pantai. Ya tapi Puji Tuhan, sampai kami mau pulang, motor tetap aman kok. Oh ya, di pantai ini tidak ada biaya masuk kok, alias free! Perlu waktu 2-3 menit untuk berjalan menuju bibir pantai.

Kami Supir Medan lek! Amanlah sampek tujuan.
Penilaian pertamaku, pantainya cukup luas, banyak umang-umang dan ombaknya tidak terlalu besar, namun sayang sekali pantainya kotor. Menurut teman-teman yang kebetulan ketemu di sana, biasanya pantainya bersih. Mungkin karena habis masa liburan, jadi banyak ke sini dan suka buang sampah sembarangan. Kalo ke sini, jangan buang sampah sembarangan ya. 

Ciyeee, ciyeee...
Kami beruntung, saat sampai di sini, tidak hujan, cuaca sangat cerah dan kami dizinkan semesta untuk melihat sunset. Tapi sayang, kami tak sempat pergi ke menara Pantai Tanjung Menangis, karena jauh dan medannya lebih berat. Kami tidak yakin ke sana, karena aku dan temanku adalah cewek, agak berbahaya, apalagi hari mulai gelap. Mungkin lain kali bisa ke sini lagi, kalau membawa kawan-kawan cowok.

Silhouette ala-ala
Oo ya, tentang teman-teman yang ketemu di sana, mereka bisa dibilang petualang. Kami berkenalan dan banyak hal baru tentang Sumbawa yang mereka share ke kami, apalagi tentang objek wisatanya dan gimana cara mencapainya. Mereka sepertinya hobby fotografi yang kemudian update di instagram. Konon kata mereka Pantai Tanjung Menangis ini punya cerita rakyatnya. Coba search aja di google, aku belum sempat untuk membacanya, hehehe..

Dibalik foto IG, ada teman yang mati-matian cari angle.

Teman ketemu pantai.

Dibalik foto IG, ada model yang mati-matian cari angle.
Target awal, pulang tidak lebih dari jam 6. Cuman sayang, sunsetnya belum mateng, wkwkwk.. Ya, masa sudah susah-susah ke sini, tapi ga bawa kenangan apa-apa? Tapi, karena teman-teman yang ketemu di jalan ada cowoknya dan kami pikir dapat dipercaya, kami menunda kepulangan sampai matahari benar-benar terbenam. Dan rasanya keputusan itu tidak salah, bahkan mereka mengantar kami sampai kembali ke kota. Rasaku memang "langkah kanan". Semesta mempersilahkan kami menikmati ciptaaNya dan tak lupa menjagai kami dengan caraNya yang di luar dari perkiraan.

Senjanya terlalu memburu.

Tidak semua bagian Pantai Tanjung Menangis kami pijak, karena memang waktunya memang cuman cocok untuk melihat sunset. Setelah aku seacrh di google, beberapa blogger atau situs wisata memaparkan sudut-sudut lain dari Pantai Tanjung Menangis. Walaupun medannya kurang mendukung, tapi aku pribadi jika ada kesempatan, aku ingin ke sana lagi.

Kapan-kapan aku tiup namamu di sini, lagi.

Tips and tricks:
1. Kalau mau ke sini, disarankan ga usah pake mobil. Motor aja susah masuk, apalagi mobil? Jadi kalaupun mau bawa, mobil bisanya diletakkan di pinggir jalan aspal. Buatku, itu rawan. 
2. Jangan lupa bawa sendal jepit. Itu penting. Sayang sepatumu kena-kena batu. 
3. Kalau mau lihat sunset, waktu terbaiknya adalahdari jam 18.00-19.00 WITA. 
4. Kalau bisa bawa kawan cowok, soalnya rada rawan tempatnya. 
5. Karena penerangan minim, tidak disarankan untuk pulang terlalu malam dari Pantai Tanjung Menangis.

Comments

  1. nice info kak. Btw, masih sepi gitu ya pantainya, karna aksesnya juga agak susah untuk sampe sananya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. biasanya sih rame mba, apalagi anak-anak muda. hihihi :D

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Anak Gadis Pengen Modis

Kali ini aku mau berbagi tentang salah satu kegiatan perempuan, Dandan ( Make Up ). Begini, setiap anak perempuan akan menemukan titik dimana dia akan harus berubah, entah itu berubah cara berfikir, cara memandang masa depan bahkan cara berpenampilan. Dan aku sedang di masa peralihan itu. Contohnya, aku pernah bercermin dan ngerasa ada yang kurang diwajahnya, i mean "Make apa gitu biar lebih enak dipandang?" apalagi kalo misalnya udah nambah pergaulan atau terlalu banyak kegiatan jadi penampilan mesti lebih diperhatikan. Enggak dipungkiri, objek pertama yang menjadi penilaian orang lain terhadap sosok perempuan adalah wajahnya.  Dan, aku pribadi sering sih bercermin (hahaha..), cuman ya gitu aku termasuk orang yang rada cuek terhadap penampilan. Kemeja/kaos, sepatu kets/sepatu agak ada wedges, jeans , tas selempang dan ikat rambut adalah caraku berpenampilan. Bagiku, lipstick, eyeliner, mascara dan segala alat make up adalah hal yang sanga...

Nyamannya di Rumah Doa Segala Bangsa, Bukit Gibeon Sibisa | #3 Anak Kota Pulang Kampung

[Anak Kota Pulang Kampung] Belakangan ini, Medan lagi dingin banget ya, berasa lagi di daerah Tapanuli Utara. Brrrr... Jadi keinget lagi dengan liburan akhir tahun lalu. Bentar, kayanya sedap nih nyeruput teh manis anget + nyelupin roti Regale.. Rumah Doa Segala Bangsa Bukit Gibeon Sibisa masih terbilang baru, diresmikan tanggal 14 Mei 2016. Akupun mengetahuinya dari beberapa teman yang udah pernah ke sana duluan. Jadi jiwa panjang kaki ku, keluar begitu saja. Rasa penasaran ku juga meningkat pesat. Intinya, ga mau ketinggalan sih, wkwkwk... Iya, aku kemarin ngotot sekali untuk mampir ke Rumah Doa Segala Bangsa Bukit Gibeon Sibisa, padahal dari segi pemetaan, bisa saja aku dan keluarga melewati jalan Tele dari Pulau Samosir untuk menuju Tarutung. Tapi, panjangnya kakiku ga bisa dilawan. Kami pun menurutinya. Hahaha.. Seperti biasa, karena kami sebelumnya nginap di Pulau Samosir, kami pun menyeberangi Danau Toba sekitar 1 jam lebih. Pemandangannya, bolak-bal...

Tutorial Hampir Terlambat Untuk Bersama

Gue dulu agak pesimis dengan kekompakkan kelompok tutorial gue, mereka adalah kelompok B.1 ruang 3.13. Entahlah, gue ngerasa ada aja yang kurang di kelompok ini. Sedikit acuh tak acuh, mungkin. Kalau kelompok ini begini terus, sempat mikir pengen pindah ke kelompok lain (Tapi pasti tak mungkin), apalagi denger-denger dari senior, ketika nyusun skripsi, temen-temen tutorial kalian lah temen skripsi kalian. Emm, bukan merasa sok hebat atau gimana, tapi gue ngerasa Down To Earth aja. Skripsinya susah, mikirin temen satu doping (dosen pembimbing) lagi. Oke mending gue ngerayap didinding. Sebentar, aku perkenalkan satu per satu: Novia Giovani (211 210 002) Fransiska Sinaga (211 210 004) Mona Liany Sinaga (211 210 006) Iwan Petrus Tampubolon (211 210 008) Joab Abigail Sitompul (211 210 010) Meri Bidani Damanik (211 210 012) Gracia Medina Pinem (211 210 014) Ika Agustinawati Siahaan (211 210 016) Inrinogro (211 210 018) Agus Chandra Sembiring(211 210 020) Raskami Pe...