“Berhati-hatilah terhadap pengeluaran kecil, kebocoran kecil mampu
menenggelamkan kapal”, Benjamin Franklin.
Salah satu
hal yang menarik buatku adalah saat membaca artikel atau buku self improvement
di berbagai aspek. Sampai aku menemukan satu statement yang bisa jadi salah
satu parameter bahwa kamu sudah mampu beranjak jadi dewasa. Mengatur keuangan. Dua
kata yang punya efek besar buatku.
Aku termasuk
dalam golongan orang yang lapar mata dan termakan jaman. Kurang memperhatikan
fungsi barang yang ku beli. Selain itu, suka beli makanan tapi sering ga habis.
Aku dulu salah satu penyumbang makanan-makanan sisa yang jadi sampah. Lalu, mataku
sering terdiam ketika melihat orang yang susah nyari rupiah untuk memenuhi
kebutuhan pangan mereka sendiri, bahkan harus mengorek-ngorek tong sampah untuk
mencari makanan sisa. You know, betapa sebenarnya aku lebih hina dari mereka. Ya, aku dulu sampah sekali jadi orang.
Aku tidak
mau membuat itu jadi kebiasaanku sampai kapanpun. Aku ingin mengefisienkan apa
yang telah ku beli. Aku ingin menggunakan apa yang ku dapat semaksimal mungkin.
Pertama kali
sejak aku kuliah, aku mengatur keuangan hanya membagi 80% uang kebutuhan
sehari-hari dan 20% uang simpanan. Tapi lama kelamaan, rasanya tidak begitu
efektif. Kadang ngerasa, pasti ada yang kurang. Hemmm…
Sampai pada
akhirnya aku pernah berdiskusi dengan salah satu konsulenku mengenai finance
management. Aku lumayan tertarik dengan hal-hal seperti ini. Karena jujur aja,
aku orangnya agak realistis. Uang bukan segalanya, tapi uang itu dibutuhkan. Sebenarnya
sudah beberapa artikel juga yang ku baca memaparkan hal yang sama seperti saran
konsulenku, gimana sih cara ngatur keuangan agar tidak merasa berdosa?
1. 10% untuk Amal
Gimana ya mengatakannya? Aku
dulu termasuk orang yang hitung-hitungan kali kalo bederma. Nanti dia bukan
pengemis asli? Nanti uang persembahan kita ga difungsikan semestinya? Ya aku
kalo mau bederma paling ga mau ngasih duit. Mending langsung bentuk barang. Misalnya
ngajak makan anak jalanan. Ngasih makanan buka puasa untuk pemulung. Ngasih
sandang atau buku-buku bekas yang masih layak pakai ke orang membutuhkan.
But well,
I did it until I realize that mereka ga cuman butuh makanan. Mungkin kalau
sumbangan kita dikumpulkan dengan sumbangan orang lain, bisa berdampak jauh
lebih baik. Dan di ajaran keyakinanku juga bilang 10% dari pendapatan kita
adalah milik orang lain, kita cuman jadi perantara doang. Yaudah sih, kita
kasih aja bagian kita, sebisanya kita. Mau sampai sasaran atau tidak, yang
penting sudah memberikan kewajiban kita. Toh, niat kita baik kan?
2. 20% untuk Me Time
Dulu, ini yang buat hatiku kadang mendua
gitu. Membeli sesuatu untuk kepuasan
batin. Dosa ga ya? Nanti boros. Nanti buang-buang duit. Dan kalau lagi galau
banget, bisa lepas control. Aku mendadak beruba jadi makhluk hedonis. Apa saja
dibeli, asal hati puas. Selain itu, membeli sesuatu agar terlihat keren. Ingatlah,
gengsi memerlukan ongkos, guys.
Tapi, makin ke sini, seperti perawatan
diri (ciyeeeileeeehh….), beli buku, jalan-jalan, atau bentuk me time lainnya
adalah kebutuhan. We need to give a reward for lives. Biar ga jenuh, tapi harus
tetap dikotrol. Yaudah, aku memberikan porsi 20% sudah cukup rasanya untuk
memanjakan diri. Puas iya dan ga ada merasa berdosa. Mantul!
3. 30% untuk Investasi
Makin tua, makin lebih mikir
mau kemana arah hidup ini. Hidup ga melulu tentang pendapatan dan pengeluaran. Kapan
nyimpannya? Kapan mikirin masa tua? Kan gitu, wkwkwk.. ada sebuah video
motivasi, yang punya statement, “Ubah mindset kalian. Uang yang kalian dapat
bukan untuk membayar semua tagihan dan hutang. Uang yang kalian dapat untuk
disimpan. Ketika orang lain sibuk membeli mobil baru, baju baru ketika mendapat
uang, sementara kalian bertahun memakai pakaian yang sama, tetap memakai mobil
seri lama, tapi tanpa sadar kalian adalah orang kaya di bank”. Perfect slap for
me! Ya memang makin besar pendapatan kita, makin besar juga keinginan untuk
mendapatkan kualitas hidup yang tinggi. Tapi kadang, kita melampaui batasan
kualitas hidup yang cocok dengan kantong kita. Akhirnya, berhutang. I don’t wanna be like
that, so mainstream. Dan, sadari ga, sebenarnya orang-orang besar dunia, hidupnya biasa saja? They
are not money oriented.
4. 40% untuk Kebutuhan Bulanan
Ya ini adalah bagian
terbesar dari porsi pendapatan kita. Cukup ga cukup, ya dicukup-cukupkan. Hahaha..
Di sini aku belajar menghargai makanan, lebih baik ambil sedikit baru nambah. Di
sini aku belajar bahwa membeli shampoo atau sabun dalam botol besar lebih hemat
daripada beli botol kecil. Di sini aku belajar, diskon itu baik adanya untuk
hal-hal yang kita butuhkan. Diskon tak lantas buat kita lupa daratan. Di sini
aku belajar memasak jauh lebih hemat dibandingkan beli makanan di luar. Di sini
aku belajar, kostan yang ada wifi-nya lebih menguntungkan daripada yang ga ada
wifi. Di sini aku belajar, pengharum kamar mandi bisa dari sisa rendaman
pewangi pakaian. Di sini aku belajar gimana supaya tidak jadi pelit pada diri
sendiri, melainkan seefisien dan sebijak mungkin memakai uang. Dan di sini aku
menyadari pengeluaran yang kecil-kecil tidak bisa dianggap remeh dan mencatat
pengeluaran adalah sangat perlu.

Yuk jadi generasi yang bijak mengatur uang. Ini pengalamanku, bagaimana
pengalamanmu? Share yaa...
yang sering bikin ngerasa berdoa adalah saat ada diskon atau cashback di e-commerce 😹
ReplyDelete