In some cases, I would
like to compare my life with others. Pikiran selalu merasa rumput tetangga selalu lebih hijau daripada halaman sendiri. Tapi ujung-ujungnya menimbulkan rasa iri. Mematahkan potensi
baik apa saja yang sebenarnya sedang tumbuh di dalam diri.
“Kenapa dia bisa
seperti itu ya? Kenapa dia dengan mudah mendapatkan hal itu? Kenapa hidupnya
terkesan mulus-mulus saja? Rejeki dia bagus sekali ya..”
Di balik badanku,
kadang ada yang memberi pengertian.
“Kamu ga tau
pengorbanan apa yang sudah dilakukannya. Dia bisa langsing seperti itu karena
diet. Dia mudah mendapatkan hal itu karena orang tuanya punya nama. Hidupnya terkesan
mulus, tapi kamu ga tau sebenarnya ada cinta yang tulus yang dia tinggalkan dan
banyak bibir yang mengutukkinya. Kita ga tau ada cerita apa dibalik itu semua
dan akan ada cerita apalagi di sesi kehidupannya berikutnya”.
Oke, aku stop untuk
mengecilkan diriku sendiri hanya karena membandingkan diri sendiri. Bersyukur? Pasti.
Tapi sebenarnya ada dua hal yang sepertinya mirip, tapi dalam prakteknya adalah
beda. Gaji dan rejeki. It’s totally different.
Menurutku gaji adalah sumber perusahaan yang kita pilih, yang pasti kita peroleh dalam kurun waktu yang sudah
ditetapkan, dan karena kita sudah melakukan suatu usaha. Sementara rejeki itu
mutlak dari Tuhan, semacam hadiah dari-Nya untukmu, kamu tidak tahu kapan dan
apa yang mendasari hal itu terjadi.
Menjadi orang pekerja
keras akan mengarahkanmu ke gaji yang semakin banyak. Sementara menjadi orang
pekerja tulus, akan mengarahkanmu ke rejeki yang melimpah dan berbagai macam
bentuknya.
Gaji mungkin kadang
mungkin akan mengecewakanmu, entah karena terlambat cairnya, entah hanya “numpang
lewat” karena sangkin tingginya gaya hidupmu, entah akan mengubah pola pikirmu
menjadi orang yang tidak pernah ada kata puas dalam hidupnya. Bisa ku bilang,
gaji itu bersifat addicted dan dosisnya semakin meningkat. Makanya terkadang,
orang melakukan hal-hal di luar logika untuk mendapatkannya.
Rejeki, tidak akan
pernah mengecewakan. Aku pernah membaca buku The Secret – Rhonda Byrne. Kurang lebih,
intinya tuh,
”Bersyukur aja dengan apa yang kamu miliki sekarang. Karena kamu
akan terheran-heran bahwa itulah permulaan atau itulah mantra untuk mengundang
bermacam hal-hal yang lebih baik yang akan datang kembali dalam hidupmu, tanpa
berkesudahan. Kamu harus memulai ini semua. Hukum tarik menarik itulah yang
akan kembali padamu, lebih dari yang kamu syukuri”.
Aku membacanya saat aku
SMA, kira-kira 10 tahun yang lalu. aku mengilhaminya, mempraktekkannya, dan
membuktikannya. Nyatanya kalimat itu bukanlah hal remeh. Itu adalah mantra
rejeki terbaik yang pernah ada. Intinya, di alam ini ada hukum tarik menarik. Semakin
banyak melakukan hal positif, tulus dan banyak bersyukur, kamu akan lebih
banyak dipercayakan untuk mendapatkan rejeki. Atau menurutku, rejeki bisa
disetarakan dengan berkat.
Aku tidak tahu bagaimana ajaran kamu, tapi di agamaku diajarkan,
"Apa yang kamu tabur, itu yang akan kamu tuai. Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Dan barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia akan setia juga dalam perkara-perkara besar."
Rejeki itu tidak ada
nominalnya. Rejeki itu tidak melulu masalah uang. Ketika kamu memiliki orangtua
yang sejahtera, itu rejeki. Ketika kamu memiliki dosen pembimbing skripsi yang jelas
membimbingmu, yang tidak membuatmu menunggumu tak pasti, itu rejeki. ketika kamu sehat-sehat saja saat merantau, itu rejeki. Ketika bosmu
tiba-tiba mempromosikanmu di perusahaan, itu rejeki. Bahkan ketika kamu putus
dengan kekasihmu yang sangat kamu cintai karena dia selingkuh, itu rejeki. Walaupun
aku belum berumahtangga, tapi aku yakin adalah hal yang tidak menyenangkan
menghabiskan sisa hidup bersama seorang tukang selingkuh.
Rejeki akan memuaskanmu. Rejeki akan membentukmu. Rejeki akan mengajarimu. Rejeki adalah hadiah dari penilaian Tuhan terhadap hal-hal yang dipandang remeh tapi kamu tetap tulus melakukannya. rejeki adalah hadiah dari penilaian Tuhan terhadap hal-hal besar yang mampu kamu lewati, yang mungkin kadang melampaui batas kemampuanmu, tapi kamu tetap tekun.
Comments
Post a Comment