Skip to main content

Berceritalah



Nenek itu melakukan hal yang sama seperti biasa, memutar piringan hitam lagu kesukaannya. Kemudian menempatkan badannya pas di sandaran kursi goyang, memakai kacamatanya, lalu dengan antengnya mulai merajut baju untuk calon cucunya yang lahir kira-kira dua bulan lagi. Benang-benang cantik mulai dirajutnya lagi sambil memperkirakan ukuran baju yang pas. Sekejap dia melihat rangkaian baju itu dari kejauhan. Sudah pas tidak? Mungkin didaerah ketiak agak perlu dilonggarkan agar nanti cucunya leluasa bergerak. Kebahagiaan itu terlihat dari semangatnya merajut baju itu, walau kadang-kadang kacamatanya terpeleset dari batang hidungnya, kadang-kadang harus menyipitkan matanya untuk memasukkan benang ke jarum kala benang sudah habis.
Tiba-tiba bayangan tongkat muncul dari pintu depan, disusul oleh dua pasang kaki tua dari badan seorang pria yang sudah menemaninya kira-kira 42 tahun.

“Jadi, ini baju ke berapa yang kamu buat?”, kata kakek itu yang mencoba duduk di samping kursi goyangnya. Cahaya matahari sore yang remang-remang mulai menghilang dibalik bukit.

“Entahlah, aku lupa menghitungnya. Aku tidak mau terlalu banyak membuatnya. Anak-anak terlalu cepat besar, nanti baju buatanku cuman sebentar dipakainya”, jawabnya yang masih asik merajut.

“Haha, iya sayang. Kaya sweater yang kamu buat untukku ini. Cuman satu, tapi ya awet”.

“Mbok ya sadar umur. Udah bungkuk aja masih manggil-manggil sayang. Udah, minum itu jahe angetnya biar ga masuk angin”.

Kakek itu tersenyum. Ya, seperti baru pacaran saja. Perlahan diambilnya teh itu lalu menyeruputnya. Lega rasanya. Rasa hangat dan segar mengalir di badannya.

“Jadi, tadi kemana aja?”, tanya si nenek.

“Aku tadi jalan, ngelihat ayam-ayam di belakang rumah. Ngelihat kost-kostan kita, ada yang rusak atau ga. Sekalian ngelihat anggrekmu itu, udah mulai kuncup”.

“Iya, aku tadi ga sempat menyiramnya. Besok saja. Mungkin seminggu lagi bunganya muncul. Apa kabar ayam-ayammu? Kost-kostan ada yang rusak?”

“Iya, aku senang rumahku dikelilingu bunga. Tenang rasanya. Ayam-ayamku mulai bertelur. Nanti sebagian kubiarkan menetas, sebagian lagi ku suruh jual saja. Kost-kostan paling cuman ada beberapa pipa yang bocor. Nanti bisa kok diberesin”.

“hem, iya iya. Kakimu enggak apa-apa? Masih nyeri?”

“Sedikit saja. Apalagi kalau mau berdiri, lututku agak nyeri. Tapi gapapa, menggendong kamu pun masih kuat”, sahut si kakek yang menyolek dagu si nenek.

“Haha gombal. Kalo aku suruh gendong juga bakalan jatoh. Dasaaar, kebiasaan gombal mbok ya dihilangin..”

“Aku serius lhooo...”

“Huuush! Jangan buat aku GR”, kata si nenek yang pergi hendak mengambil gunting di laci dekat kursi goyangnya kakek, kemudian mematikan piringan hitamnya.

“Dih, dari dulu ga pernah bisa bedain mana aku gombal mana aku serius”, si kakek mengambil remote tv dan memilih channel yang ada siaran beritanya.

“Orang kamu aja jarang natap aku kalo lagi bicara. Antara malu-malu dan bohong itu susah dibedakan”, wajah si nenek mendekati wajah si kakek. Kemudian mencium kening si kakek. Si kakek terkejut. Jantungnya hampir ya seperti biasa kata orang, hampir copot.

“Sukaaaa banget ya tiba-tiba spontan gitu”. (coba kalian bayangkan kakek kalian mukanya memerah karena malu).

“Yaaaaa, nanti kalo aku ga gitu, aku dikira lagi marah. Aku ga seperti biasanyaa”, goda nenek.
Si kakek malu-malu gimana gitu. Emang dari dulu si kakek jagonya gombal –tapi cuman sama si nenek lho yaa-. Nah beda dengan si nenek, jarang ngegombal tapi aktif. Ya semacam itu tadi.

Sejenak mereka konsentrasi dengan kegiatan masing-masing, si kakek menonton berita dan si nenek merajut baju untuk cucunya.

“Nah, sudah jadiii!!”, si nenek memecahkan suasana.

“Bagus. Aku pengen dibuatin juga satu baju hangat ya sayang...”, pinta si kakek.

“Sudah, beli saja. Aku sudah tak tahu ukuranmu..”

“Buatin saja seperti yang ku pakai ini. Bukan baju ini yang menghangatkanku, tapi cintamu saat membuat ini.”

“hedeeeehh....”, kalimat yang ga punya arti, yang sejak dulu ga berubah, tandanya si nenek merasa gombalan si kakek cuman untuk merayunya agar membuatkannya baju lagi,

“Mom, i am serious.”

Kalau kakek sudah berkata seperti itu, itu berarti memang serius. Nenek tidak bisa mengelak. Sesungguhnya nenek bahagia untuk membuatkan kakek baju hangat seperti itu. Baju hangat itu pertama kali dibuatnya saat mereka sedang membangun perekonomian keluarga. Mereka berkomitmen, berkeluarga haruslah mandiri. Lalu, waktu itu, si kakek harus menyelesaikan proyek kantornya yang sudah deadline, sementara cuaca sedang dingin-dinginnya. Jadi si nenek berinisiatif untuk membuatkan kakek baju (Mau beli tapi ga punya duit. Harus hemat kala itu). Dan sampai sekarang baju hangat itu masih awet, mungkin hanya disebagian rajutan yang mulai lepas-lepas termakan usia.

That’s! That’s how we need in the time when we can not do so much things we used to did. Percakapan di hari tua, sampai entah siapa diantara kita diambil lagi sama Dia. Dimana kita tidak bosan, dimana kita saling merangkul, saling menjaga, saling melengkapi, saling dan saling. Semuanya saling.

Bercerita, itulah hal yang bisa kita lakukan saat kita ga bisa ngapa-ngapain lagi. Menemukan sosok yang seru, nyambung, asik diajak berbicara.

Berceritalah apa yang terjadi hari ini. berceritalah tentang nafas pertama untuk hari ini. berceritalah sampai dengkuranmu tidak didengar lagi.

Comments

Popular posts from this blog

Anak Gadis Pengen Modis

Kali ini aku mau berbagi tentang salah satu kegiatan perempuan, Dandan ( Make Up ). Begini, setiap anak perempuan akan menemukan titik dimana dia akan harus berubah, entah itu berubah cara berfikir, cara memandang masa depan bahkan cara berpenampilan. Dan aku sedang di masa peralihan itu. Contohnya, aku pernah bercermin dan ngerasa ada yang kurang diwajahnya, i mean "Make apa gitu biar lebih enak dipandang?" apalagi kalo misalnya udah nambah pergaulan atau terlalu banyak kegiatan jadi penampilan mesti lebih diperhatikan. Enggak dipungkiri, objek pertama yang menjadi penilaian orang lain terhadap sosok perempuan adalah wajahnya.  Dan, aku pribadi sering sih bercermin (hahaha..), cuman ya gitu aku termasuk orang yang rada cuek terhadap penampilan. Kemeja/kaos, sepatu kets/sepatu agak ada wedges, jeans , tas selempang dan ikat rambut adalah caraku berpenampilan. Bagiku, lipstick, eyeliner, mascara dan segala alat make up adalah hal yang sanga...

Nyamannya di Rumah Doa Segala Bangsa, Bukit Gibeon Sibisa | #3 Anak Kota Pulang Kampung

[Anak Kota Pulang Kampung] Belakangan ini, Medan lagi dingin banget ya, berasa lagi di daerah Tapanuli Utara. Brrrr... Jadi keinget lagi dengan liburan akhir tahun lalu. Bentar, kayanya sedap nih nyeruput teh manis anget + nyelupin roti Regale.. Rumah Doa Segala Bangsa Bukit Gibeon Sibisa masih terbilang baru, diresmikan tanggal 14 Mei 2016. Akupun mengetahuinya dari beberapa teman yang udah pernah ke sana duluan. Jadi jiwa panjang kaki ku, keluar begitu saja. Rasa penasaran ku juga meningkat pesat. Intinya, ga mau ketinggalan sih, wkwkwk... Iya, aku kemarin ngotot sekali untuk mampir ke Rumah Doa Segala Bangsa Bukit Gibeon Sibisa, padahal dari segi pemetaan, bisa saja aku dan keluarga melewati jalan Tele dari Pulau Samosir untuk menuju Tarutung. Tapi, panjangnya kakiku ga bisa dilawan. Kami pun menurutinya. Hahaha.. Seperti biasa, karena kami sebelumnya nginap di Pulau Samosir, kami pun menyeberangi Danau Toba sekitar 1 jam lebih. Pemandangannya, bolak-bal...

Tutorial Hampir Terlambat Untuk Bersama

Gue dulu agak pesimis dengan kekompakkan kelompok tutorial gue, mereka adalah kelompok B.1 ruang 3.13. Entahlah, gue ngerasa ada aja yang kurang di kelompok ini. Sedikit acuh tak acuh, mungkin. Kalau kelompok ini begini terus, sempat mikir pengen pindah ke kelompok lain (Tapi pasti tak mungkin), apalagi denger-denger dari senior, ketika nyusun skripsi, temen-temen tutorial kalian lah temen skripsi kalian. Emm, bukan merasa sok hebat atau gimana, tapi gue ngerasa Down To Earth aja. Skripsinya susah, mikirin temen satu doping (dosen pembimbing) lagi. Oke mending gue ngerayap didinding. Sebentar, aku perkenalkan satu per satu: Novia Giovani (211 210 002) Fransiska Sinaga (211 210 004) Mona Liany Sinaga (211 210 006) Iwan Petrus Tampubolon (211 210 008) Joab Abigail Sitompul (211 210 010) Meri Bidani Damanik (211 210 012) Gracia Medina Pinem (211 210 014) Ika Agustinawati Siahaan (211 210 016) Inrinogro (211 210 018) Agus Chandra Sembiring(211 210 020) Raskami Pe...